Selasa, 16 Desember 2014

Lincang

Lincang (Pycnonotus atriceps), Temminck, 1822, kalau dilihat dari taksonominya, burung ini masih satu keluarga dengan kutilang, trucuk dan cucak rawa, juga dengan cucak jenggot. Burung ini mungkin kurang populer di kalangan penggemar burung di Indonesia. Burung ini punya suara yang khas berupa tembakan panjang, beberapa bahkan bisa mengeluarkan tembakan yang rapat dan panjang.

Di pasar-pasar burung di pulau jawa, agak jarang kita menemukan burung ini, biasanya musiman, kadang bisa datang dalam jumlah puluhan ekor, tapi lebih sering tidak tersedia di pasaran. Sehingga kalaupun ada burung ini sering dipandang sebelahmata bagi peminat burung kicauan, mungkin disangka kutilang emas.

Family Pycnonotidae
Genus Pycnonotus
Species Pycnonotus atriceps (Temminck, 1822)
  • Pycnonotus atriceps atriceps (Temminck, 1822); Bangladesh, India Timurlaut sampai China sebelah baratdaya, Asia Timurlaut, Myanmar, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Bali, Kalimantan dan Palawan
  • Pycnonotus atriceps hyperemnus (Oberholser, 1912); Sumatra, Simalur, Nias, Mentawai, Bangka dan pulau Belitung
    hyperemnus
  • Pycnonotus atriceps baweanus (Finsch, 1901); pulau Bawean
  • Pycnonotus atriceps hodiernus (Bangs & J. L. Peters, 1927); kepulauan Maratua (laut Sulawesi)
  • Pycnonotus atriceps fuscoflavescens (Andaman Bulbul), tapi terakhir dinyatakan sebagai species terpisah dengan nama Brachypodius fuscoflavescens.

Nama asing: Black-headed Bulbul
Nama lain: Lincang, Kelintang, Cucak Kuricang

Burung Lincang (Black-headed Bulbul, memiliki mata biru, kadang berwarna hijau, seluruh permukaan tubuh berwarna kuning sampai ke sayap dan ekor dengan dibagian ujung ekor terdapat ban hitam. Bagian kepala sampai leher berwarna hitam serta paruh hitam.
Makanan favoritnya adalah buah-buahan kecil hutan, kalau dipelihara bisa diberi pisang kepok. Makanan lainnya adalah serangga kecil. Kebiasaan mencari makan di hutan secara berkelompok, terdiri sekitar 6 ekor kadang bisa 20 ekor atau lebih.

Burung Lincang ini, awalnya dikenal dengan nama ilmiah Turdus atriceps oleh Temminck pada tahun 1822, kemudian pada tahun 1996 oleh Sibley and Monroe, berdasarkan fitur vokal, perilaku dan morfologi dimasukkan ke dalam genus Pycnonotus, dengan nama ilmiah Pycnonotus atriceps. Namun pada tahun 2013 dalam Avibase taxonomic concepts, dimasukkan dalam genus Brachypodius dengan nama ilmiah Brachypodius atriceps karena di Andaman juga terdapat burung mirip dengan kepala berwarna zaitun ((Brachypodius fuscoflavescens)), tapi kemudian dikembalikan ke genus Pycnonotus.



Senin, 15 Desember 2014

Siuh

Siuh
Di Jawa Barat, termasuk daerah yang banyak didapati jenis burung-burung kecil. Seperti Tledekan (Sulingan), Ciblek, Prenjak, Decu, Cingcoang dan berbagai jenis burung kecil lainnya. Termasuk salah satu burung kecil yang belum begitu populer seperti burung Siuh. Burung ini juga terdapat di China, Myanmar, Thailand, Brunei dan Malaysia. Di Indonesia burung ini

Bagi peminat burung kecil, mungkin sudah mengenal burung Siuh, yang di daerah Jawa Barat lumayan populer, dan lagunya "Manuk Siuh" juga ada dalam bahasa Sunda. Kurang diketahui apa sebutannya dalam bahasa Indonesia atau di daerah lain di luar Jawa Barat. Sekilas burung Siuh ini mungkin mirip dengan burung Ciblek atau burung Kacamata (Pleci).
Burung Siuh (Rhinomyias olivaceus) atau Fulvous-chested Jungle-flycatcher. Berhabitat di hutan dataran tinggi sampai dataran rendah lembab subtropis atau tropis.


Taxonomi
Family Muscicapidae
Genus Rhinomyias
Species Rhinomyias olivaceus (Hume, 1877)
Subspecies:
  • olivaceus (Hume, 1877) - Myanmar Selatan, Thailand Selatan, Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan Utara.
  • perolivaceus Chasen & Kloss, 1929 - pulau Balambangan dan pulau Banggi, Kalimantan Utara
Nama lain: Fulvous-chested Jungle-flycatcher, Siuh
Penyebaran: China, Thailand, Myanmar (Burma), Malaysia, Brunei, Indonesia.


Dalam keadaan baru dipelihara (bakalan), burung ini biasanya dalam 2 hari mau mengeluarkan suara kicauannya, walaupun awalnya hanya berupa siulan dan kadang mirip sempritan kecil.

Burung Siuh juga memiliki variasi kicauan yang terdengar bagus, kicauan yang lumayan keras dan termasuk jenis yang pintar berkicau, selain itu juga bisa menirukan suara-suara burung lain. Kemampuan berkicaunya yang lumayan bisa mencuri perhatian para penggemar burung untuk memeliharanya.

Burung Siuh selain memakan serangga kecil sebagai makanan utamanya, juga mau menyantap buah-buahan seperti pisang dan pepaya. Beberapa penduduk setempat di Jawa Barat kadang memberikan buah tomat sebagai pakan burung Siuh ini.
Sayangnya di Jawa Barat populasi burung ini semakin berkurang, karena gencarnya penangkapan terhadap burung Siuh yang mungil ini.

photo ©Oleg Chernyshov
(pic source: http://avibase.bsc-eoc.org)
(pic source: http://souththailandbirding.com)

Jumat, 29 Agustus 2014

Ciblek Gunung


Prinia atrogularis dysancrita
(Ciblek-gunung Sumatra)


Photographer: © Desi Ayu Triana

Matur, West Sumatra Region, Sumatra
4 Februari 2013
Ciblek-gunung (Prinia atrogularis), berukuran tubuh hampir sedang, tapi masih dikategorikan sebagai burung kecil.
Burung Ciblek-gunung (Prinia atrogularis) dari family Cisticolidae, ordo Passeriformes, sebelumnya dikenal sebagai Hill Prinia (Prinia Bukit), tapi terakhir diberinama baru dengan nama Black-throated Prinia (Prinia Tenggorokan-hitam), sedangkan di Indonesia lebih populer dengan nama Ciblek-gunung atau Ciblek- sumatra.

Ciblek-gunung, selain hidup di Sumatra, juga tersebar di Asia Tenggara, Malaysia, Burma, China Selatan, Nepal hingga ke Himalaya, dengan habitat daerah padang rumput dan vegetasi hutan perbukitan dan pegunungan, menyenangi daerah semak-semak pada ketinggian 600 - 2500 m dpl. Di habitatnya burung Ciblek-gunung hidup berkelompok, walaupun sesekali terjadi keributan di antara mereka, hidup

Ciblek-gunung, kadang disebut juga Prenjak-gunung. Memiliki ukuran tubuh sekitar 16 cm, berukuran lebih besar dari keluarga ciblek-prenjak lainnya. Tubuh didominasi dengan warna coklat. Memiliki ekor yang panjang melebihi ukuran panjang tubuhnya, pada bagian pipi berwarna abu-abu dengan alis warna putih. Pada bagian dada terlihat seperti bercak dan garis-garis, sedangkan pada bagian sisi tubuhnya berwarna kuningtua. Iris coklat buram, paruh bagian atas lebih gelap, paruh bawah berwarna lebih terang atau pucat, kaki warna merah-muda.

Ciblek-gunung (Prinia atrogularis), memiliki 7 subspecies, yaitu:

  • Prinia atrogularis atrogularis (F. Moore, 1854) - Timur Himalaya dari sebelah timur Nepal Timur hingga China Selatan dan Timurlaut India (Arunachal Pradesh).
  • Prinia atrogularis khasiana (Godwin-Austen, 1876) - Timurlaut India (dari Timur Meghalaya dan daerah selatan Assam Timur ke Baratdaya Nagaland, Manipur dan Mizoram) dan Barat Myanmar (bukit Chin, gunung Victoria).
  • Prinia atrogularis superciliaris (Anderson, 1871) - Timur Myanmar, Selatan & Tenggara China (Barat Sichuan, dan Baratdaya Yunnan, Utara Guangxi dan sebelah utara Guangdong Timur ke Fujian Tengah), Timurlaut Thailand, Utara Laos dan Utara Vietnam (Barat & Timur Tonkin).
  • Prinia atrogularis erythropleura (Walden, 1875) - Timur Myanmar dan Baratlaut Thailand.
  • Prinia atrogularis klossi (Hachisuka, 1926) - Selatan Laos dan Vietnam Tengah (Tengah & Selatan Annam, Utara Cochinchina).
  • Prinia atrogularis waterstradti (E. J. O. Hartert, 1902) - gunung Tahan, Malaysia.
  • Prinia atrogularis dysancrita (Oberholser, 1912) - Indonesia (Barat Sumatra).

Di Sumatra sendiri burung ini sebenarnya sudah lama dipelihara sebagai burung peliharaan, hanya saja kalah populer dari Ciblek-jawa, yang sudah lebih dahulu terjun di ajang lomba burung. Suara dasar Ciblek-gunung hampir tidak beda dengan Ciblek pada umumnya, tapi memiliki suara tembakan yang jauh lebih rapat dan panjang dibanding Ciblek-jawa, yang biasa disebut "ngebren".


Gallery



Prinia atrogularis superciliaris


Photographer: © Ritesh Bagul
Eaglenest Wildlife Sanctuary, Arunachal Pradesh, India
1 May 2007




Sabtu, 23 Agustus 2014

Tajaring, kembaran Lovebird asli Indonesia

Tajaring (Psittinus cyanurus)
Burung Tajaring ? Bagi penggemar burung yang berdomisi di luar pulau Kalimantan mungkin ada yang belum mengenal burung Tajaring, yang perawakan sangat mirip dengan Lovebird, dengan nama ilmiah Psittinus cyanurus, masuk dalam keluarga burung Paruh Bengkok, keluarga (family) Psittacidae.

Nama/ Sebutan:
Di Kalimantan burung ini dikenal dengan nama Tajaring, di Sumatra dan Malaysia burung ini dikenal dengan nama Nuri Tanau, Srindit Gajah dan Puling. Dalam bahasa Inggris diberinama sebagai Blue-rumped Parrot.

Penyebaran:
Burung ini ditemukan di pulau Kalimantan, Sumatra, Malaysia, Myanmar, Thailand dan pernah ditemukan di daratan Indochina.

Klasifikasi:
Ordo             :  Psittaciformes
Family          :  Psittacidae
Genus          :  Psittinus
Species        :  Psittinus cyanurus(J. R. Forster, 1795, Malacca)

Psittinus cyanurus terdiri dari 3 subspecies:
  1. Psittinus cyanurus cyanurus
    Psittinus cyanurus cyanurus
    , J. R. Forster, 1795, (Blue-rumped Parrot)
    Penyebaran: Indonesia (Kalimantan dan Sumatra), Myanmar Selatan, Thailand Selatan bagian Selatan terus ke Malaysia Barat, dan pernah ditemukan di daratan Indochina pada abad 19.
  2. Psittinus cyanurus abbotti, Richmond, 1902, (Simeulue Parrot)
    Penyebaran: pulau Simeulue dan pulau Siumat, di Sumatra, Indonesia.
  3. Psittinus cyanurus pontius, Oberholser, 1912
    Penyebaran: pulau Mentawai, di Sumatra, Indonesia.

Postur tubuh burung Tajaring (Psittinus cyanurus) berukuran sekitar 18 cm. Walaupun sekilas mirip dengan Lovebird tapi suara yang dikeluarkan berbeda. Kelebihan burung ini, bisa dimaster dengan suara apa saja, bahkan beberapa burung Tajaring bisa meniru suara "ngekek" nya Lovebird.

beda jantan (kanan) dan betina (kiri)
Di Indonesia, burung ini hidup di hutan hujan Kalimantan dan Sumatra, biasanya di tepi hutan, kebun kelapa sawit dan kelapa, hidup berkelompok dengan ciri khas suara melengking tinggi, kadang-kadang diiringi dengan suara tembakan khasnya. Karena bentuknya yang sekilas mirip dengan Lovebird, sering orang terkecoh dengan penampilan burung ini, tapi begitu mendengar suaranya yang melengking tinggi, barulah orang menyadari bahwa burung Tajaring memang beda dengan Lovebird. Burung Tajaring jantan memiliki paruh warna kemerahan, sedangkan betina berwarna hitam. Seperti keluarga Parrot kecil lainnya burung Tajaring ini juga memakan biji-bijian, buah-buahan manis, bunga dan nektar.

Di pulau Kalimantan, salah satunya di Kalimantan Tengah burung ini pernah diikutsertakan dalam kontes atau lomba burung pada kelas Campuran Lokal. Penampilannya di lomba juga tidak mengecewakan, karena di antara burung-burung lain yang sedang berkicau, burung Tajaring ini pun ikut mengeluarkan kicauan khasnya yang lumayan keras.


source:
- http://animal.memozee.com
- http://ibc.lynxeds.com
- id.wikipedia.org
http://avibase.bsc-eoc.org/species.jsp?avibaseid=AF6AF3CCB796CC34

Jumat, 14 Maret 2014

Punglor Kayu

Punglor Kayu,
: Eyebrowed Thrush
: (Turdus obscurus)

by: © Alex Vargas
Punglor Kayu, Eyebrowed Thrush (Turdus obscurus) atau kadang disebut Punglor Kuning, adalah salah satu burung Punglor (Anis) dari genus Turdus. Burung ini kadang disebut sebagai Punglor Kening. Apapun namanya, burung ini masih jenis Punglor dari genus Turdus, dan masih berkerabat dari jenis punglor lainnya yang ber-genus Zoothera.

Punglor Kuning, tidaklah sepopuler kerabat punglor lainnya, seperti Punglor Merah, Kembang, Macan, Cendana dll. Bagi sebagian penggemar burung kicauan, burung ini termasuk "susah bunyi" dan kurang greget untuk dikonteskan. Tapi walaupun begitu, bukan berarti burung ini tidak menarik untuk dipelihara. Burung ini juga mampu berkicau menarik dengan ciri khas tersendiri. Walau kicauan khasnya tidak bisa sehalus kerabatnya dari genus Zoothera, agak kasar dengan suara "crrr chek chek" dikombinasi dengan sempritan pendek dan desah panjang, kadang bisa ngerol juga, tergantung kemampuan si burung merekam suara di sekitarnya.

File:Eyebrowed Thrush.jpg
source: http://en.wikipedia.org
Klasifikasi:
Class: Aves
Order: Passeriformes
Family: Turdidae
Genus: Turdus
Species: Turdus obscurus, Gmelin, 1978

Punglor Kayu, memiliki semacam alis di atas matanya, karena itulah dia diberinama Eyebrowed Thrush, dengan ciri, coklat kekuningan. Jantan dan betina hampir tidak bisa dibedakan, karena memiliki pemampilan yang nyaris serupa. Mugkin dari penampilan sorot mata yang tajam dari sang jantan baru bisa kita membedakannya.

Burung ini masih banyak beredar di pasar-pasar burung Indonesia, dengan kisaran harga Rp. 100.000 hingga Rp. 150.000. Harga yang tidak mahal, mengingat burung ini kurang diminati para penggemar burung. Tapi dengan perawatan yang rutin dan sabar, bisa jadi burung ini bisa dipoles menjadi burung yang tidak kalah dengan kerabat punglor lainnya.

Punglor Kayu, sebenarnya berasal dari Siberia, hidup dan berkembang biak di hutan pinus yang lebat. Pada musin dingin di Siberia, burung-burung ini bermigrasi dalam kelompok-kelompok kecil ke daerah hangat ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Gerakan migrasi burung ini, tercatat pernah sampai Australia.
Bersarang dan bertelur di pohon, meletakkan 4-6 telur dalam sarang yang terbuat rapi. Punglor Kayu biasanya mencari makan di atas tanah yang lembab, mencari berbagai jenis serangga, cacing tanah dan biji-bijian. Burung jantan bersiul (berkicau) dengan lagu yang yang sederhana, mirip dengan Mistle Thrush.

Senin, 10 Maret 2014

Anis Hutan (Sunda Thrush)

Sunda Thrush
(Zoothera andromedae)
Sunda Thrush (Zoothera andromedae), burung ini adalah burung asli Indonesia, tersebar di Sumatra (Bengkulu, pulau Enggano), Jawa Barat, Bali, Lombok, Malaysia dan Filipina.
Burung memiliki nama inggris Sunda Thrush, kalau diartikan apa jadi Punglor Sunda ? atau Anis Sunda ? tentu nama ini asing kedengarannya. Sedangkan di daerah Jawa Barat sendiri, terutama yang tinggal di sekitar kaki gunung Gede, burung ini sering disebut sebagai Anis Hutan.

Sunda Thrush (Zoothera andromedae) merupakan salah satu dari sekian banyak jenis Punglor (Anis), yang ada di Indonesia dan salah satu dari 39 spesies Zoothera yang ada di dunia.
Dilihat dari postur tubuh, burung ini lebih mendekati bentuk Punglor Sisik (Zoothera dauma/ Common Scaly Thrush) yang berasal dari pulau Sumatra (Sumatra Utara).
Corak tubuh juga memiliki sisik yang mirip dengan Punglor Sisik, hanya saja corak sisiknya tidak sebanyak Punglor Sisik.

Sunda Thrush, hidup atau berhabitat di hutan dataran rendah lembab subtropis atau tropis dan juga terdapat di hutan pegunungan lembab subtropis atau tropis.
Suka mencari makanan di atas permukaan tanah, mencari cacing dan serangga kecil di bawah lapisan tanah paling atas. Buah-buahan hutan juga menjadi pakan alternatif bagi burung ini, apabila cacing dan serangga tidak ditemukan.

Kemampuan berkicaunya, menurut beberapa referensi dikatakan burung ini juga memiliki kicauan yang lumayan merdu, dengan nada sedikit berdesah, tapi bisa mengalun panjang. Tapi karena karena termasuk burung yang mudah stress, agak susah untuk membuat burung ini berkicau. Adaptasi yang susah dengan tempat barunya, sehingga memerlukan waktu yang lumayan lama untuk melatih burung ini berkicau.


Related

Punglor Macan

Punglor Macan
(Zoothera dohertyi)

Punglor Macan (Chesnut-backed Thrush), adalah salah satu dari keluarga Punglor (Anis) yang ada di Indonesia, yang memiliki nama ilmiah Zoothera dohertyi, dari namanya masih satu genus dengan keluarga Punglor lainnya seperti Punglor Kembang (Zoothera interpres) dan Punglor Merah (Zoothera citrina). Sama seperti kerabat punglor lainnya, Punglor Macan juga pintar berkicau dan menyenandungkan kicauan yang lembut dan merdu.

Penyebaran Punglor Macan menurut beberapa referensi dikatakan tersebar di Lombok, Sumbawa, Flores, Sumba dan Timor. Kadang Punglor Macan disebut juga sebagai Punglor Ampenan, dikarenakan pasokan burung Punglor Macan di pulau Jawa dan Sumatra banyak berasal dari daerah Ampenan.

Kemiripan postur tubuh Punglor Macan yang sekilas mirip dengan Punglor Kembang, sehingga banyak orang sedikit bingung membedakan antara Punglor Macan dengan Punglor Kembang. Perbedaan utama terlihat dari ukuran tubuh. Punglor Macan berukuran lebih besar dari Punglor Kembang. Pada bagian kepala Punglor Macan juga didominasi dengan warna hitam, sedangkan bagian kepala Punglor Kembang berwarna coklat. Karena kemiripan ini kadang-kadang para penjual burung menyebut Punglor Macan sebagai Punglor Kembang Ampenan.

Punglor Macan adalah monotypic species, yang berarti tidak memiliki varian (subspecies). Populasi Punglor Macan saat ini di beberapa wilayah seperti di Lombok mengalami penurunan drastis, akibat perburuan liar terhadap burung ini. Untungnya saat ini penangkaran terhadap burung ini semakin banyak ditekuni oleh para penggemar dan pecinta burung di Indonesia, sehingga kita tidak terlalu kuatir tentang masa depan burung ini.

Burung ini di habitatnya berada di hutan basah, terutama yang berada dekat sumber air. Kebiasaan hidup suka mengais-ngais tanah untuk mencari sumber makanan, seperti cacing, ulat tanah dan serangga-serangga kecil yang berada di tanah yang lembab. Selain itu beberapa jenis buah-buahan juga kadang disantap oleh burung ini.

Perawatan:
Apabila di pelihara dalam sangkar, Punglor Macan bisa menerima pakan buatan (voer), jangkrik ukuran sedang, kroto dan buah-buahan seperti pisang, apel dan pepaya. Tapi makanan favoritnya adalah cacing yang berukuran sedang dan kecil.
Mandi di pagi hari, sangat baik untuk memacu burung ini agar cepat dan rajin berbunyi. Pada awal pemeliharaan burung ini, sebaiknya ditempatkan di tempat yang tenang, seperti di samping dan belakang rumah. Biarkan burung terbiasa dengan suasana barunya, dan biasanya setelah burung beradaptasi dengan tempat barunya, akan mulai ngriwik (belajar mengeluarkan kicauan secara perlahan).
Menurut beberapa penggemar burung kicauan, bahwa burung Punglor Macan adalah burung yang kurang memiliki sifat tarung (fighter), sehingga kurang maksimal ketika digantang di kontes lomba burung. Tapi dengan perawatan rutin dan sabar, tentunya burung ini pasti bisa menjadi burung yang handal.

Minggu, 09 Maret 2014

Branjangan

Branjangan
(Mirafra javanica)


source: wikipedia
Branjangan, salah satu burung bertubuh kecil yang mempunyai kemampuan luar biasa. Branjangan memiliki nama species Mirafra javanica, dengan nama inggris sebagai Australasian bushlark. Branjangan termasuk ke dalam family Alaudidae, yang menyenangi habitat padang rumput.
Branjangan termasuk burung yang memiliki beberapa keunikan. Walaupun burung ini bisa terbang, tapi dia lebih senang berjalan di atas tanah, selain itu caranya terbang juga unik, berbeda seperti burung lainnya, yaitu lebih sering terbang secara vertical (langsung melesat tegak lurus ke atas).

Penyebaran burung ini hampir di seluruh dunia, Amerika, Afrika, Asia, Australia dan kawasan Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Burung branjangan pada umumnya memiliki warna dasar kecoklatan dengan garis-garis abu-abu dan variasi bintik-bintik. Kuku bagian belakang terlihat panjang.
Branjangan jantan, biasanya terlihat apabila diperhatikan dari depan, bentuk kepala lebih besar dan lebar, serta cara berdirinya juga lebih tegak.
Ciri khas lainnya, pada saat birahi atau kalau sedang berkicau maka rambut pada bagian atas kepalanya akan berdiri tegak, sehingga terlihat lebih gagah.

Kemampuan berkicau dan pandai meniru suara-suara di sekelilingnya, menjadikan burung ini menjadi incaran utama para penggemar burung. Sehingga dikuatirkan mengancam kehidupan Branjangan di habitatnya. Selain itu belum banyak yang berhasil untuk menangkarkan burung ini. Perburuan liar terhadap burung Branjangan ini masih tetap berlangsung, terutama di pulau Jawa, sehingga populasi burung ini menurun drastis.

Branjangan terdiri dari 21 genus, 96 spesies, dan 407 subspecies.  Saat ini 9 species berada dalam daftar terancam punah.

Di Indonesia sendiri juga menjadi penyebaran populasi Branjangan, pada umumnya dari species Mirafra javanica, yang memiliki beberapa subspecies yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.


Gallery


Related
http://ibc.lynxeds.com/
http://id.wikipedia.org/