Minggu, 18 Agustus 2013

Burung Purba Tertua di Dunia

Sebelumnya yang diketahui sebagai burung terbang pertama adalah Archaeopteryx, yang hidup sekitar 150 juta tahun yang lalu. Archaeopteryx mungkin awalnya hidup loncat dari pohon ke pohon atau hanya berjalan di sepanjang tanah, yang kemudian berevolusi dengan mengembangkan kemampuan terbangnya.

Kerangka lengkap pertama ditemukan di Jurassic kapur di Jerman pada tahun 1861 dan merupakan fosil yang sangat penting, hampir pasti mewakili transisi antara reptil dan burung. Ini saham missing link gigi tajam dan ekor tulang panjang dengan dinosaurus theropoda kecil, dan wishbone dan bulu dengan burung-burung.

Tapi dari penemuan seorang ilmuwan dari China, di bbc.co.uk, menyatakan bahwa ia telah menemukan sebuah fosil yang lebih lebih tua atau lebih purba dari Archaeopteryx.
Kebanyakana para pakar evolusi menempatkan Archaeopteryx sebagai dasar dari seluruh golongan burung purba, Aviale, golongan seluruh burung mulai berkembang dan berevolusi.

Seorang ilmuwan China, pada tahun 2011 mengemukakan bahwa ia menemukan dinosaurus berbulu, yang dinyatakan bukan sebagai burung, tapi memiliki banyak kesamaan karakteristik dengan Archaeopteryx. Sedangkan Archaeopteryx sendiri ditemukan, 2 tahun sebelum Charles Darwin mempublikasikan bukunya "The Origin of Species", yang diangkat menjadi studi kasus evolusi dinosaurus ke burung.
Dari hasil penemuan ilmuwan China tersebut, menjadi dasar untuk menyatakan bahwa Archaeopteryx bukanlah burung, melainkan termasuk dalam golongan Deinonychus, yaitu dinosaurus berbulu yang memiliki bentuk mirip burung.

Aurornis xui
pic source (tallapolitica.com.mx)
Dari penemuan terakhir di Tiaojishan Formation, provinsi Liaoning, seorang ilmuwan menemukan suatu species baru berbulu dari era Jurasic, yang dinamai sebagai Aurornis xui.
Nama Aurrornis xui berasal dari kata "aurora" dari bahasa latin, yang berati permulaan atau fajar, serta "xui" yang diambil dari nama palaentolog China, Xu Xing, adalah spesialisasi dinosaurus berbulu dan spesies transisi dari dinosaurus dan burung.
Menurut Pascal Godefroit, dari Royal Belgian Institute of Natural Sciense, menyimpulkan bahwa Archaeopteryx merupakan burung primitif, sedangkan Aurornis xui adalah makhluk kecil yang merupakan burung yang lebih primitif lagi. Untuk saat ini Aurornis xui, merupakan spesies burung tertua yang diketahui, yang mungkin mampu berlari dengan sangat cepat. Dari struktur gigi kecilnya diduga bahwa Aurornis xui mungkin memakan serangga. Sedangkan menurut Andrea Cau, dari Museo Geologico Giovanni Capellini Italia, mengatakan bahwa Aurornis xui merupakan burung darat, tapi memiliki ekor panjang, tangan dengan cakar dan rahang bergigi. Dengan bentuk seperti ini Aurrornis xui mungkin juga termasuk predator di kelasnya.

situs terkait:
- http://www.bbc.co.uk/nature/life/Archaeopteryx#p00ckm0m
- http://sains.kompas.com/read/2013/05/30/16364534/Inilah.Spesies.Burung.Paling.Purba.di.Muka.Bumi
- http://www.tallapolitica.com.mx/?p=109812

Jumat, 16 Agustus 2013

Daftar Situs Penyedia Informasi Burung di Indonesia

Bagi penggemar burung mungkin telah mengenal beberapa situs yang menjadi pilihan untuk dikunjungi demi mendapat informasi seputar burung, jenis, kicauan, dan perawatan hingga harga burung.

Berikut di bawah, daftar beberapa situs penyedia informasi seputar burung.

      Demikian daftar situs penyedia informasi burung di Indonesia. Kiranya bermanfaat bagi teman-teman penggemar burung se Indonesia. Apabila ada kekurangan atau ada situs tentang burung lain yang ingin ditambahkan pada informasi di atas, silahkan isi di kotak komentar di bawah ya.
      Trims ....
      Salam kicau!

      Kamis, 15 Agustus 2013

      Fosil Burung Purba Dengan 4 Sayap

      Pada masa 130 juta tahun yang lalu, beberapa spesies burung primitif hidup dan beradaptasi dengan empat sayap pada tubuhnya. Hal ini merupakan hasil riset terbaru tim palentolog asal China.

      Temuan ini terungkap berdasarkan hasil analisis yang dilakukan tim peneliti tersebut terhadap 11 spesimen fosil burung primitif bersayap empat yang ditemukan di Provinsi Liaoning, wilayah timur laut China.

      Dalam laporan hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Science, tim peneliti yang dipimpin Zheng Xiaoting dari Shandong Tianyu Museum of Nature mengatakan bahwa burung awalnya punya empat sayap sebelum "membuang" bulu yang ada di tungkai bawah.

      Menurut peneliti, transisi evolusioner pada spesies ini "mungkin memiliki peran yang penting dalam proses evolusi terbang". Sayap pada tungkai atas dipertahankan karena bisa mendukung aktivitas terbang lebih efisien.

      Dugaan para peneliti, saat itu nenek moyang burung ini tampaknya menggantikan bulu pada tungkai belakang mereka dengan sisik dan mengembangkan kaki yang menyerupai kaki burung modern. Burung juga tengah bersiap untuk menggunakan tungkai belakang untuk begerak di darat, seperti burung robin.

      Spesies dinosaurus dengan tungkai berbulu yang pertama kali ditemukan di China bernama microraptor dan sinornithosaurus. Bulu besar di kaki microraptor digunakan untuk pergerakan di udara, kemungkinan besar untuk mempercepat terbangnya, atau meluncur di antara pepohonan atau terjun ke tanah.

      Fosil burung primitif yang ditemukan kali ini mencakup beberapa kelompok sapeornis, yanornis, danconfuciusornis. Estimasi oleh Xu Xing, anggota tim dari Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology di Beijing, fosil-fosil itu diperkirakan hidup pada periode cretaceous awal.

      Penemuan terbaru ini memang mengonfirmasi adanya burung bersayap empat pada garis kekerabatan burung. Akan tetapi, fungsi aerodinamis dari konfigurasi spesies-spesies ini masih menjadi perdebatan.

      Zheng berpendapat bahwa sayap di tungkai bawah yang dimiliki oleh nenek moyang burung tersebut pasti memiliki fungsi. "(Ini mendukung) fungsi aerodinamis, seperti mengangkat tubuh burung, mempercepat laju, dan atau meningkatkan kemampuan manufer burung saat sedang terbang," tulis Zheng dalam laporannya seperti dikutip oleh New York Times.

      Hasil penelitian Zheng dan timnya menarik perhatian paleontolog lainnya, Mark A Norell. Paleontog dinosaurus di American Museum of Natural History di New York ini mengatakan, banyaknya kuburan fosil cretaceous China telah membuka pandangan akan keberadaan dinosaurus berbulu dan awal evolusi burung.

      disadur dari :
      http:/www.nytimes.com
      http://sains.kompas.com/read/2013/03/19/09315112/Zaman.Dahulu.Burung.Punya.Empat.Sayap

      Selasa, 02 Juli 2013

      3 Species baru dalam Genus Copsychus

      Copsychus, adalah genus yang populer di Indonesia, beberapa species dari genus ini tetap menjadi favorit bagi para penggemar burung, seperti Copsychus saularis (Kacer Dada Putih), Copsychus sechellarum (Kacer Hitam) dan Copsychus malabaricus (Murai Batu).

      Terdapat 3 species baru berada dalam genus Copsychus. Hal ini sebenarnya bukanlah berarti ditemukannya species baru, melainkan pemisahan beberapa sub-species menjadi species tersendiri. Para ahli melakukan beberapa revisi untuk 2 sub-species dari Copsychus malabaricus, dan 1 sub-species dari Copsychus saularis, yang akhirnya memastikan 3 sub-species menjadi species tersendiri. Genus Copsychus sendiri sebelumnya berada di bawah family Turdidae, kemudian dialihkan ke dalam family Muscicapidae.

      Berikut klasifikasi terakhir 2012:
      - class:    Aves
      - ordo:     Passeriformes
      - family:   Muscicapidae
      - genus:   Copsychus


      Seperti yang selama ini diketahui bahwa keluarga Copsychus terdiri dari 7 species, yaitu:
      1. Copsychus saularis (Oriental Magpie Robin/ Straits Robin), Kacer Hitam Putih
      2. Copsychus sechellarum (Seychelles Magpie Robin), Kacer Hitam
      3. Copsychus albospecularis (Madagascar Magpie Robin), Kacer Madagascar
      4. Copsychus malabaricus (White Rumped Shama), Murai Batu
      5. Copsychus luzoniensis (White Browed Shama), Murai Filipina
      6. Copsychus niger (White Vented Shama), Murai Hitam Filipina
      7. Copsychus cebuensis (Black Shama). Murai Cebu

      Sedangkan penambahan species baru tersebut, adalah:
      • Copsychus albiventris (Andaman Shama), Murai Andaman
      • Copsychus mindanensis (Philippine Magpie Robin), Kacer Filipina
      • Copsychus stricklandii (Strickland Shama or White Rumped Shama), Murai Strickland

      Berikut sedikit penjelasan tentang ke 3 species baru Murai tersebut:

      1. Copsychus albiventris (Andaman Shama), Murai Andaman
      (pic: kolkatabirds)
      Burung ini sebelumnya dikenal sebagai sub-species dari Copsychus malabaricus, yaitu Copsychus malabaricus ssp. albiventris. Tapi saat ini burung ini telah dipromosikan menjadi suatu species tersendiri dengan nama Copsychus albiventris.
      Dari segi postur, suara serta karakter Copsycus albiventris, memang tidak terlalu jauh berbeda dengan Copsychus malabaricus, hanya saja burung ini memiliki bentuk tubuh dan ekor yang pendek. Mungkin hal ini yang membuat para ahli, memisahkan jenis ini menjadi suatu species tersendiri.




      2. Copsychus mindanensis (Philippine Shama), Kacer Filipina
      (pic: twearth)
      Burung ini juga sebelumnya dikenal sebagai salah satu sub-species dari Copsychus saularis, atau lebih dikenal dengan Copsychus saularis ssp. mindanensis. Saat ini telah menjadi suatu species tersendiri dengan nama Copsychus mindanensis.
      Dari segi postur, karakter dan suara juga tidak berbeda jauh dengan Copsychus saularis,  tapi para ahli rupanya memiliki pendapat tersendiri, sehingga memisahkan jenis ini menjadi suatu species tersendiri.



      3. Copsychus stricklandii (Strickland Shama or White Rumped Shama), Murai Strickland
      (pic: pbase)
      Burung yang satu ini, telah lama dikenal di Indonesia, karena memang banyak terdapat di pulau Kalimantan Indonesia dan Sabah Malaysia.  Di Indonesia burung ini memiliki beberapa nama, seperti Murai Kepala Putih, Murai Haji, dan lain-lain. Burung ini sebelumnya merupakan salah satu sub-species dari Copsychus malabaricus, yaitu lebih dikenal dengan nama Copsychus malabaricus ssp stricklandii. Saat ini para ahli telah memisahkan burung ini menjadi suatu species tersendiri, yaitu Copsychus stricklandii. Dari segi postur burung ini memang agak berbeda dengan jenis Copsychus malabaricus pada umumnya. Burung Copsychus stricklandii ini memiliki bentuk tubuh yang agak bulat, ekor pendek serta suara yang lebih monoton dibanding jenis Murai lainnya.




      sumber:

        Decu si Mungil yang Dahsyat

        Decu (Saxicola caprata) atau Pied Buschat, si burung kecil yang memiliki postur sekilas mirip Kacer. Burung ini pernah populer di Indonesia karena memiliki suara yang tidak kalah hebatnya dengan burung kecil lainnya seperti Tledekan, Kenari, Sirpu dan lain-lain.

        Burung Decu, berhabitat di padang terbuka, seperti padang rumput, persawahan, atau tepi hutan yang terbuka. Devu tersebar di Asia Barat dan Asia Tengah hingga ke Asia Selatan dan juga di Asia Tenggara.
        Decu memiliki karakter yang periang dan suka berkicau. Ukuran tubuh sekitar 13 cm, didominasi warna hitam dengan kombinasi putih pada sayap dan bagian bawah perut. Sedangkan betina berwarna coklat. Burung muda Decu berwarna coklat muda dengan pola bintik-bintik.

        Di habitatnya, burung Decu hidup dekat perkampungan di tempat terbuka. Suka bertengger di ranting kecil semak-semak dan memakan serangga kecil. Apabila sedang berkicau atau gelisah, burung ini sering menegakkan ekor. Sarang biasanya dibuat pada tanah yang miring, seperti tebing-tebing sawah. Terbuat dari potongan rumput berbentuk cawan cekung dilapisi dengan serat-serat akar halus. Telur sebanyak 2 sampai 4 butir, berwarna biru agak putih dengan bintik dan bercak merah jambu, ungu dan coklat.

        Keberadaan burung Decu saat ini diperkirakan hampir punah, terutama di pulau Jawa. Menurut informasi yang didapat bahwa burung Decu juga terdapat di pulau Sulawesi dan Kalimantan, tapi yang terdapat di pulau Kalimantan memiliki corak warna yang berbeda dengan Decu yang ada di pulau Jawa.

        Decu (Saxicola caprata) memiliki 16 sub species, yaitu:

        1. Saxicola caprata ssp rossorum
         (pic: Jhon A. Thompson; ibc)
        ssp rossorum (Hartert, 1910): Iran bagian timur-laut, Kazakhstan selatan bagian tengah, ke selatan sampai Afghanistan; saat musim dingin bermigrasi ke Asia bagian barat-daya (vagrant di Arab dan Israel).








        2. Saxicola caprata ssp bicolor
        (pic: Prabhakar Manjunath; ibc)
        ssp bicolor (Sykes, 1832): Iran bagian tenggara, Pakistan dan India bagian utara; saat musim dingin bermigrasi ke India bagian tengah.









        3. Saxicola caprata ssp burmanicus
        (pic: Alain Fossé; ibc)
        ssp burmanicus (Stuart Baker, 1922): India bagian tengah dan tenggara ke timur sampai Myanmar dan Cina bagian selatan (Sichuan selatan, Yunnan), ke selatan sampai Thailand dan Indochina.









        4. Saxicola caprata ssp nilgiriensis
        (pic: Vasanthan p.j.; ibc)
        ssp nilgiriensis (Whistler, 1940): India bagian barat-daya.










        5. Saxicola caprata ssp atratus
        (pic: Eldert Groenewoud; ibc)
        ssp atratus (Blyth, 1851): Sri Lanka.












        6. Saxicola caprata ssp caprata
        (pic: Devkinandan; ibc)
        ssp caprata (Linnaeus, 1766): Filipina Utara (Luzon dan Mindoro) dan Indonesia (Sulawesi dan Jawa).









        7. Saxicola caprata ssp randi
        ssp randi (Parkes, 1960): Filipina bagian tengah (Panay, Negros, Cebu, Bohol, Siquijor).

        8. Saxicola caprata ssp anderseni
        (pic: Daniel Jimenez; ibc)
        ssp anderseni (Salomonsen, 1953): Leyte dan Mindanao, di Filipina bagian timur dan selatan.










        9. Saxicola caprata ssp fruticola
        (pic: Josep del Hoyo; ibc)
        ssp fruticola (Horsfield, 1821): Jawa ke timur sampai Flores dan Alor.












        10. Saxicola caprata ssp francki
        ssp francki (Rensch, 1931): P. Sumba.

        11. Saxicola caprata ssp pyrrhonotus
        ssp pyrrhonotus (Vieillot, 1818): Sunda kecil bagian timur (Wetar, Kisar, Timor, Savu, Roti).

        12. Saxicola caprata ssp albonotatus
        ssp albonotatus (Stresemann, 1912): Sulawesi (kecuali semenanjung utara) dan P.Salayer.

        13. Saxicola caprata ssp cognatus
        (pic: Josep del Hoyo; ibc)
        ssp cognatus (Mayr, 1944): P. Babar.







         


        14. Saxicola caprata ssp belensis
        ssp belensis (Rand, 1940): Pulau Papua barat bagian tengah.

        15. Saxicola caprata ssp aethiops
        ssp aethiops (P. L. Sclater, 1880): Pulau Papua bagian utara dan Kep.Bismarck.

        16. Saxicola caprata ssp wahgiensis
        ssp wahgiensis (Mayr & Gilliard, 1951): Pulau Papua timur bagian tengah dan timur.



        sumber:

        Sabtu, 16 Maret 2013

        Pleci (Burung Kacamata) dan Keluarganya

        Pleci, si burung kecil yang saat ini sedang digandrungi para penggemar burung di tanah air. Si kecil yang suka berkicau, memiliki bentuk tubuh mungil, tapi memiliki suara yang luar biasa, konon beberapa bisa teler mirip dengan gaya burung Punglor Merah (Zootera citrina).

        Klasifikasi:
        • Ordo: Passeriformes
        • Family: Zosteropidae
        • Genus: Zosterops 
        • Species:  (di dunia sekitar 75 species, di Indonesia sekitar 22 species)

        Burung-burung jenis Pleci ini memiliki ciri dengan lingkaran di sekitar mata berwarna putih, dalam bahasa Inggris burung ini memiliki nama white-eye. Burung Pleci sebenarnya banyak memiliki anggota yang bersifat endemik di suatu pulau atau kepulauan, seperti jenis yang baru ditemukan tahun 2007 di kepulauan Togian, Sulawesi Tengah.

        Burung Pleci atau burung Kacamata yang termasuk dalam genus Zosterops, terdiri dari 75 species, yang tersebar di daerah tropis, dan perkembangannya pun masih dalam level aman alias tidak terancam punah.

        Daerah penyebaran burung Pleci mencakup wilayah tropis Afrika, Asia dan Australia bagian utara. Tubuh berkisar antara 8 - 15 cm, dengan ciri khas adanya cincin lingkaran pada mata, tapi untuk beberapa jenis tidak memiliki ciri khas ini. Zosterops sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti "sabuk mata".

        Jenis-jenis burung kacamata:
        Kacamata biasa,
        Zosterops palpebrosus
        (Oriental White-eye)
        • Kacamata biasa, Zosterops palpebrosus (Oriental White-eye)
          Burung ini merupakan penetap di hutan-hutan terbuka di kawasan Asia tropis, mulai dari India ke timur hingga Cina dan Indonesia.
          Panjang tubuh (dari ujung paruh hingga ujung ekor) sekitar 10–11 cm. Sisi atas tubuh tertutup bulu-bulu kehijauan atau hijau kekuningan (hijau zaitun), sedangkan sisi bawah bervariasi tergantung rasnya, kecuali leher dan dada berwarna kuning terang. Sayap membundar dengan kaki yang kuat.
          Beberapa ras yang terdapat di Indonesia dan cirinya.
          • Z.p. auriventer di Sumatra, Kalimantan dan Asia Tenggara.
          • Z.p. buxtoni di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa bagian barat. Mirip dengan Kacamata Gunung Zosterops montanus, sisi bawah tubuh berwarna abu-abu keputihan; perbedaannya buxtoni memiliki sebuah garis kuning membujur di tengah dada hingga perut, paha yang berwarna putih, dan iris mata kecoklatan (montanus, iris putih). Sangat mirip dengan kacamata belukar Zosterops everetti, yang perutnya lebih abu-abu dan pita kuning di dadanya lebih lebar.
          • Z.p. melanurus di Jawa dan Bali. Sisi bawah tubuh kuning seluruhnya. Sisi atas tubuh (termasuk tunggir) hijau zaitun, dengan bercak kuning di atas paruh. Mirip dengan Kacamata Laut Zosterops chloris yang bertubuh sedikit lebih besar dan memiliki kekang hitam gelap.
          • Z.p. unicus di Sumbawa dan Flores. Seperti melanurus, namun tunggirnya berwarna kuning.
        • Kacamata-kuning Afrika, Zosterops senegalensis
          • Kacamata Kamerun, Zosterops (senegalensis) stenocricotus
          • Kacamata Kirk, Zosterops (senegalensis) kirki
        • Kacamata Pemba, Zosterops vaughani
        • Kacamata sisi-berangan, Zosterops mayottensis
          • Kacamata sisi-berangan Seychelles, Zosterops (mayottensis) semiflava,
            punah (akhir abad-19)
        • Kacamata tepi-lebar, Zosterops poliogastrus - sebelumnya poliogaster
          • Kacamata Kulal, Zosterops (poliogastrus) kulalensis
          • Kacamata Taita, Zosterops (poliogastrus) silvanus
          • Kacamata Pare selatan, Zosterops (poliogastrus) winifredae
          • Kacamata Kikuyu, Zosterops (poliogastrus) kikuyuensis.
        • Kacamata dada-putih, Zosterops abyssinicus
        • Kacamata Tanjung Harapan, Zosterops pallidus
          • Kacamata Sungai Orange, Zosterops (pallidus) pallidus
        • Kacamata Madagascar, Zosterops maderaspatanus
        • Kacamata Komoro, Zosterops mouroniensis
        • Kacamata Sao Tome, Zosterops ficedulinus
        • Kacamata Annobon, Zosterops griseovirescens
        • Kacamata Mascarene, Zosterops borbonicus
          • Kacamata-kelabu Réunion, Zosterops (borbonicus) borbonicus
          • Kacamata-kelabu Mauritius, Zosterops (borbonicus) mauritianus
        • Kacamata Reunion, Zosterops olivaceus
        • Kacamata-zaitun Mauritius, Zosterops chloronothos
        • Kacamata Seychelles, Zosterops modestus
        • Kacamata Sri Lanka, Zosterops ceylonensis
        • Kacamata paha-berangan, Zosterops erythropleurus
        • Kacamata Jepang, Zosterops japonicus
        • Kacamata dataran-rendah, Zosterops meyeni
        • Kacamata Enggano, Zosterops salvadorii
        • Bridled White-eye, Zosterops conspicillatus,
          kemungkinan polifiletik atau parafiletik
          • Kacamata Guam, Zosterops (conspicillatus) conspicillatuspunah (1983)
        • Kacamata Rota, Zosterops rotensis,
          baru-baru ini dipisahkan dari Z. conspicillatus
        • Kacamata polos, Zosterops hypolais
        • Kacamata Kepulauan Caroline, Zosterops semperi
        • Kacamata topi-hitam, Zosterops atricapilla - sebelumnya atricapillus
        • Kacamata belukar, Zosterops everetti
        • Kacamata kekuningan, Zosterops nigrorum

        • Kacamata Gunung, Zosterops montanus
          Kacamata Gunung,
          Zosterops montanus
          Kacamata Gunung, tersebar di Indonesia dan Filipina dengan 9 subspesies.
          1. Z.m. difficilis (Robinson dan Kloss, 1918). Gunung Dempo, Sumatera
          2. Z.m. diuatae (Salomonsen, 1953). Filipina bagian selatan.
          3. Z.m. halconensis (Mearns, 1907). Pulau Mindoro, Filipina
          4. Z.m. montanus (Bonaparte, 1850). Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, dan Maluku Selatan
          5. Z.m. obstinatus (Hartert, 1900). Ternate, Bacan, dan Seram
          6. Z.m. parkersi (duPont, 1971). Gunung Palawan, Filipina bagian barat.
          7. Z.m. pectoralis (Mayr, 1945). Pulau Negros, Filipina.
          8. Z.m. vulcani (Hartert, 1903). Gunung Kitanglad dan Gunung Apo, Mindanao
          9. Z.m. whiteheadi (Hartert, 1903). Dataran tinggi Pulau Luzon, Filipina utara

        • Kacamata Pulau Christmas, Zosterops natalis

        Kacamata Jawa,
        Zosterops flavus
        • Kacamata Jawa, Zosterops flavus.  Biasa disebut dengan nama burung Kacamata saja. Ditemukan di Indonesia dan Malaysia. Habitat alami adalah hutan dataran rendah tropis atau subtropis, hutan mangrove tropis atau subtropis, dan semak belukar subtropis atau tropis. Saat ini burung Kacamata Jawa mulai terancam kehilangan habitat.
          Ukuran tubuh 10 cm, dan didominasi warna kuning. Tubuh bagian atas berwarna kuning zaitun, dan bagian bawah berwarna kuning biasa. Iris berwarna coklat, paruh dan kaki kehitaman. Mirip dengan burung Kacamata Laut, tapi Kacamata Jawa berukuran lebih kecil, warna lebih terang, dan tanpa bintik hitam pada kekang. Kicauan berupa desisan seperti nada kontak yang tinggi diantara anggota kelompok dan suara yang tajam.
          Tersebar di Jawa dan Kalimantan. Berhabitat di hutan mangrove, semak pantai, hutan pantai dan di pinggiran hutan. Mencari makan dalam kelompok besar. Makanan nektar bunga, serangga kecil, dan buah-buahan. Sarang berbentuk cawan. Telur 2 butir dengan warna kebiru-biruan. Perawatannya yang mudah dan suara lumayan bervariasi. Burung ini cepat beradaptasi dengan lingkungan baru. Sehingga sangat diminati para penggemar burung.

        Kacamata Laut,
        Zosterops chloris
        • Kacamata Laut, Zosterops chloris.  Endemik di Indonesia, yakni di selat Sunda hingga kepulauan Aru. Ukuran tubuh 11 cm, dan daerah perut warna kuning. Tubuh bagian atas kuning-zaitun, tubuh bagian bawah kuning-lemon-pucat. Iris coklat, paruh dan kaki kehitaman. Mirip dengan burung Kacamata Jawa, tapi tubuh lebih besar dan kekang yang berwarna hitam gelap.





        • Kacamata limau, Zosterops citrinella - sebelumnya citrinellus
        • Kacamata Kai, Zosterops grayi
        • Kacamata Tual, Zosterops uropygialis
        • Kacamata Sulawesi, Zosterops consobrinorum
        • Kacamata Makasar, Zosterops anomalus
        • Kacamata Wallacea, Zosterops wallacei
        • Kacamata dahi-hitam, Zosterops atrifrons

        • Kacamata Sangihe, Zosterops nehrkorni
          Kacamata Sangihe,
          Zosterops nehrkorni
          Burung endemik pulau Sangihe ini tergolong jenis burung langka di Indonesia. Keberadaan burung kacamata sangihe terancam punah yang oleh IUCN Redlist dan birdlife dimasukkan dalam status konservasi kritis (Critically Endangered). Status keterancaman tertinggi lantaran diperkirakan burung endemik Sangihe ini jumlahnya kurang dari 50 ekor burung dewasa. Berhabitat di kawasan hutan pegunungan dengan iklim subtropik atau tropis lembab. Terancam kehilangan habitat.
          Sempat dianggap sebagai bagian dari spesies Zosterops atrifrons (Kacamata dahi-hitam). Namun kemudian spesies kacamata dahi-hitam ini dibedakan menjadi tiga spesies yakni Zosterops atrifrons, Zosterops stalkeri (Kacamata Seram), dan Zosterops nehrkorni (Kacamata Sangihe).
          Ukuran tubuh 12 cm. Tubuh bagian atas berwarna hijau zaitun dengan tunggir warna kuning-hijau mencolok. Ekor berwarna hijau-hitam gelap. Dahi berwarna hitam. Lingkaran mata berwarna putih dam agak lebarlebar. Pipi, tenggorokan dan penutup ekor bawah berwarna kuning cerah. bagian bawah lainnya dari burung kacamata sangihe berwarna putih-mutiara dengan sisi tubuh abu-abu. Paruh dan kaki jingga pucat. Suara hampir mirip suara burung Kacamata dahi-hitam namun lebih tipis dan halus. Rentetan siulannya mempunyai nada yang lebih cepat. Habitat utama burung ini di daerah perbukitan dengan ketinggian antara 700-1000 meter dpl.
          Burung pleci ini terbatas dan endemik hanya bisa dijumpai di pulau Sangihe, Sulawesi Utara. Bahkan di pulau Sangihe, burung ini hanya dapat dijumpai di kawasan Gunung Sahendaruman dan Sahengbalira dengan luas habitat hanya sekitar 8 km2.

        • Opior dwiwarna (Kacamata Seram), Zosterops stalkeri,
          kadang-kadang dimasukkan ke dalam genus Tephrozosterops
        • Kacamata Halmahera, Zosterops atriceps
        • Kacamata kecil, Zosterops minor
        • Kacamata Tagula, Zosterops meeki
        • Kacamata kepala-hitam, Zosterops hypoxanthus
        • Kacamata Biak, Zosterops mysorensis
        • Kacamata Arfak, Zosterops fuscicapilla – sebelumnya fuscicapillus
        • Kacamata Buru, Zosterops buruensis
        • Kacamata Ambon, Zosterops kuehni
        • Kacamata Papua, Zosterops novaeguineae
        • Kacamata-kuning Australia, Zosterops luteus
        • Kacamata pulau, Zosterops griseotinctus
        • Kacamata Rennell, Zosterops rennellianus
        • Kacamata belang, Zosterops vellalavella
        • Kacamata Ranongga, Zosterops splendidus
        • Kacamata Ghizo, Zosterops luteirostris
        • Kacamata Solomon, Zosterops kulambangrae
        • Kacamata Murphy, Zosterops murphyi
        • Kacamata tenggorokan-kuning, Zosterops metcalfii
        • Kacamata tenggorokan-kelabu, Zosterops rendovae
        • Kacamata Malaita, Zosterops stresemanni
        • Kacamata Santa Cruz, Zosterops santaecrucis
        • Silvereye, Zosterops lateralis
          • Lord Howe Silvereye, Zosterops (lateralis) tephropleurus,
            sebelumnya tephropleurus
        • Lord Howe White-eye, Zosterops strenuus,
          sebelumnya strenua; punah (lk. 1918)
        • Kacamata paruh-ramping, Zosterops tenuirostris
        • Kacamata leher-putih, Zosterops albogularis
        • Kacamata Lifou besar, Zosterops inornatus
        • Layard's White-eye, Zosterops explorator
        • Kacamata dahi-kuning, Zosterops flavifrons
        • Kacamata punggung-hijau, Zosterops xanthochroa,
          sebelumnya xanthochrous
        • Kacamata Lifou kecil, Zosterops minutus
        • Kacamata Samoa, Zosterops samoensis
        • Dusky White-eye, Zosterops finschii
        • Kacamata kecoklatan, Zosterops cinereus
        • Kacamata-zaitun Yap, Zosterops oleagineus,
          kadang-kadang ditempatkan dalam marga Rukia (R. oleaginea)

        • Kacamata Togian, Zosterops somadikartai, baru dideskripsi tahun 2008
          Kacamata Togian,
          Zosterops somadikartai
          Endemik di beberapa pulau bagian dari kepulauan Togian Sulawesi. Peneliti dari Universitas Indonesia, Mochamad Indrawan dan Sunarto pertama melihatnya di alam pada tahun 1997, dan nama jenis diambil dari nama Profesor Soekarja Somadikarta, seorang pakar burung Indonesia terkemuka. Burung ini tidak memiliki lingkaran putih di seputar mata. Meskipun belum dievaluasi oleh IUCN, diyakini jenis ini berstatus terancam. Burung ini sekilas mirip dengan burung kacamata dahi-hitam (Zosterops atrifrons) namun tanpa ‘kacamata’ (lingkaran) putih di sekeliling mata. Burung kacamata Togian memiliki ‘topi’ hitam yang tak seberapa besar, warna kuning di tenggorokan yang lebih nyata, pangkal paruh yang jelas berwarna pucat, dan selaput pelangi mata (iris) yang berwarna kemerahan. Kacamata Togian juga berbeda dengan Zosterops surdus dari Sulawesi tengah sebelah barat, terutama pada warna zaitun di punggungnya yang lebih pucat dan lebih terang, dan pada warna kuning di tenggorokan yang lebih nyata. Selanjutnya jenis ini berbeda dengan Zosterops subatrifrons dari Pulau Peleng dan Banggai pada tiadanya lingkaran-mata putih di seputar matanya, dada yang lebih abu-abu, dan topi hitam yang kurang lebar. Burung kacamata makasar (Zosterops anomalus) dari Sulawesi selatan juga tak memiliki lingkaran-mata putih, namun ia memiliki bintik-bintik putih kecil di seputar matanya. Pola dasar kicauan burung ini pun berbeda dengan spesies-spesies Zosterops lainnya, walau memiliki wilayah yang berdekatan.
          Habitat meliputi hutan bakau hingga ke vegetasi sekunder dan kebun-kebun kelapa, cengkeh, kakao, dan durian. Burung ini senang berkelompok, bergerak dalam gerombolan paling sedikit berdua atau bertiga. Burung ini tidak didapati di Pulau Togian dan Walea. Burung ini tergolong ke dalam kriteria status “Terancam kepunahan” menurut IUCN.

        selengkapnya tentang Pleci lihat di sini: singbird collection

        sumber:

          Jumat, 15 Maret 2013

          Angry Birds Ternyata Ada di Kehidupan Nyata

          Para pemain game Angry Birds produk Rovio yang populer di Computer atau bisa juga ditemukan di beberapa Handphone yang mengusung game ini, pasti mengenal permainan Angry Birds ini. Kalau belum tau, perlu juga mengetahui permainan tentang burung-burung pemarah ini.

          Burung-burung yang ditampilkan dalam permainan tersebut ternyata memang ada di dunia nyata. Tidak percaya ? mari kita lihat ya ..

          Burung pertama sepertinya burung Kardinal Merah (Paroaria coronata) yang berasal dari daratan Amerika Latin, seperti Uruguay, Paraguay, Argentina, Bolivia, Brazil dan lain-lain. Burung ini juga sudah dikembangbiakkan di Indonesia. Tidak hanya menakutkan seperti dalam permainan Angry Birds yang bisa menabrak hingga menghancurkan bangunan milik si babi hijau, harganya pun menakutkan, sepasang bisa mencapai 15 juta rupiah.

          Burung ke dua, sepertinya dari keluarga Woodpecker, si burung pelatuk yang pernah ada seri Cartoon nya di TVRI, kira-kira 20 tahun yang lalu.

          Burung ke tiga, sepertinya cocok disandingkan dengan si burung kecil berwarna biru ini.


          Burung ke empat sepertinya bisa dipasangkan sebagai si burung Jalak Hitam, yang juga ada di Indonesia.

          Burung ke lima berasal dari jenis burung berparuh besar seperti burung yang ahli menangkap ikan, yaitu burung Bakaka (Kingfisher).






          dirangkum dari: